Minggu, 10 Agustus 2014

Lebaranku: lebaran yang bukan sekedar maaf-memaafkan

aktifitas sambatan
Lebaran tahun ini saya pulang ke kampung saya tidak pada hari H lebaran. Meskipun demikian, ada pengalaman menarik ketika pulang berlebaran kali ini.
Selepas hari H lebaran, di kampung saya banyak orang punya gawe, khususnya menikahkan anak. Sehingga masa-masa lebaran juga digunakan untuk gotong royong sesama warga dalam bentuk nyinom.
Namun saya tidak kebagian kegiatan nyinom ini, saya kebagian kegiatan sambatan. Apakah sambatan itu sehingga mempunyai makna pada lebaran saya kali ini?
Sambatan merupakan istilah lain untuk gotong royong membantu warga yang sedang mempunyai kepentingan. Kata kawan saya, Heri, sambatan berasal dari kata sambat yang berarti mengeluh. Warga yang mempunyai beban pekerjaan, sambat atau mengeluh kepada warga lain untuk dibantu. Misalnya mendirikan rumah, memupuk ladang, memanen padi dan lainnya. Kali ini saya berkesempatan ikut sambatan membongkar rumah (jawa: njugrag omah). Rumah yang dibongkar untuk dididirikan
ketika istirahat
rumah baru kali ini adalah rumah dari Sunaryo yang masih satu RT dengan rumah saya. Pagi-pagi tampak warga datang untuk persiapan. Sembari menunggu warga lain, mereka biasanya minum teh dan makan makanan yang telah di sediakan. Kali ini tersedia jadah, tempe, meniran. Jadah dipadukan dengan tempe, atau meniran dipadukan dengan tempe akan tercipta cita rasa yang nikmat. Apalagi ditambah dengan teh panas.
Karena saya baru pulang kampung, maka sambatan ini saya gunakan sekalian untuk silaturahim dengan warga (badan atau berlebaran). Ketika istirahat, saya menyalami rekan-rekan sesama pelaku sambatan ini sambil menyampaikan mohon maaf lahir bathin dalam bahasa jawa.
Selain mengerjakan pekerjaan si empunya rumah, apa saja yang dilakukan ketika sambatan?
makan siang: nasi, sayur lombok ijo, gule, kobis rajang, krupuk
Tanpa disadari, sambatan juga merupakan sarana olahraga bagi warga dusun. Warga dusun mempunyai kesempatan olah raga setiap waktu ketika mereka beraktifitas di rumah, disawah, di hutan dan lainnya. Salah satunya ketika sambatan ini.  Sambatan juga merupakan waktu untuk berdiskusi tentang berbagai hal. Banyak bahan diskusi baik serius ataupun santai muncul ketika sambatan ini. Sambatan juga sebagai sarana memperkuat persaudaraan warga kampung. Rasa saling membutuhkan diikuti kemauan membantu tanpa imbalan materi merupakan nilai kemasyarakatan yang patut dipertahankan.

pembongkaran hampir selesai
Selama kita berpuasa, para ustadz kerap mengatakan ada 2 kenikmatan bagi orang berpuasa: pertama ketika berbuka dan kedua ketika bertemu Allah nantinya. Maka sambatan juga mempunyai 2 kenikmatan: pertama ketika istirahat dan makan siang, dan kedua adalah ketika bertemu dengan sesama warga dan saling melempar gurauan.




Note:
"badan" merupakan istilah dari asal kata bodo-bakdo yang bermakna lebaran. Maka badan bisa diartikan dengan berlebaran.

Selasa, 05 Agustus 2014

Makanan khas dari Gunungkidul


  1. Tiwul: nasi dari ketela, ada juga yang dibuat gatot
  2. Sego Bledak: nasi jagung
  3. Sego Krawu: nasi tiwul dicampur kelapa diparut, dimakan tanpa tambahan lauk
  4. Walang/belalang (ada beberapa jenis: walang kadung, walang kayu, walang menor, mesret, walang sangit dll)
  5. Putul: hewan yang biasanya muncul sore hari menjelang magrib. Biasanya digoreng
  6. Kepik/crepeng
  7. Yuyu
  8. Gendon
  9. Olan-olan
  10. Ulat jati
  11. Ulat trembesi
  12. Ulat/uler kayu mahoni
  13. Ulat randu
  14. Ulat mete
  15. Ulat dhondhong 
  16. Uler blolok
  17. Uler keket
  18. Sayur gadog
  19. Sayur gude
  20. Sayur bonggol pisang
  21. Sayur lombok ijo (warung terkenal daerah Semanu) 
  22. Sayur bung (bambu muda)
  23. Laron
  24. Tawon (berbagai jenis: baluh, tawon omah)
  25. Bekicot
  26. Berbagai sambel: sambel kepik, sambel laron, sambel yuyu, 
  27. Kimpul
  28. Puli
  29. Gangsir
  30. Gundik
  31. Gogek, karak
  32. Kodok mandolo
  33. Jangkrik

  34.