Jumat, 25 Juli 2014

Baon Mbuntung | berkah hutan untuk warga


di atas tanah hutan yang pernah kami kelola
Hutan yang terletak di sebelah kampung saya di Ngliparkidul adalah hutan milik pemerintah yang diserahkan pada warga untuk dikelola. Kami menyebutnya "mbuntung". Hutan ini dahulu penuh dengan pohon akasia. Ketika saya kelas 2 SMP (1996) pemerintah mengadakan rombak. Rombak merupakan istilah kami untuk menyebut kegiatan memotong pohon di hutan. Kayu akasia dalam berbagai ukuran ini ditebang sesuai jatah masing-masing keluarga, sebagian diserahkan kepada pemerintah, sebagian boleh dibawa pulang. Warga menggunakan kayu hasil rombak ini untuk kayu bakar atau memperbaiki rangka rumah.

Saat ini "mbuntung" ditanami dengan berbagai tanaman produktif berupa ketela, kacang serta tanaman keras berupa kayu putih. Khusus kayu putih, warga biasanya melakukan rombak berkala untuk menebang kayuputih, dan menyetorkan daunnya kepada pemerintah. Sementara kayu boleh diambil untuk warga sekitar. Pemotongan kayuputih dilakukan dengan jarak 1 meter dari tanah dengan harapan dia akan cepat tumbuh lagi beberapa tahun kemudian.

menenteng senjata, menjemput rejeki
Selain rombak, ada kegiatan ngarit yang dilakukan warga.
Ngarit, secara umum merupakan kegiatan mencari rumput untuk makanan ternak. Rumput yang dicari adalah rumput yang menjalar di tanah, atau rumput kolonjono. Warga dusun Ngliparkidul biasanya melakukan kegiatan ini pada pagi hari atau siang/sore hari. Dengan membawa senjata berupa arit (sabit), tua muda mulai berjalan ke arah timur menuju kawasan hutan.

Ngarit juga digunakan untuk menyebut kegiatan memotong pohon padi (jawa: pari). Pohon pari nantinya dipisahkan dari batang pari, dikeringkan dan dapat diawetkan untuk makanan ternak.

Sebelum kayu akasia di hutan dirombak, warga memanfaatkan ranting kayu yang sudah mati untuk kayu bakar. Ranting yang masih hidup, dilarang untuk dipotong. Konon ada mandor (polisi kehutanan) yang selalu keliling hutan untuk memonitor kegiatan warga di hutan.
Sebelum perombakan kayu akasia, warga juga kerap menggemala kambing peliharaannya ke hutan ini. Sembari mengawasi kambing, warga khususnya anak-anak melakukan berbagai hal. Jeguran (mandi di sungai), penekan (main memanjat pohon), dan jika merasa haus tinggal minum langsung dari mata air yang ada di kawasan hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar